“Tawassul” dari segi bahasa dari kata “wasilah” yang berarti ‘darajah’ (kedudukan), ‘qurbah’ (kedekatan), atau dari ‘washlah’
(penyampai dan penghubung). Dalam istilah syariat Islam tawassul
dikenal sebagai sarana penghubung kepada Allah melalui ketaatan.
Contoh: orang sakit datang ke
dokter, dia menjadikan dokter sebagai perantara untuk mendapatkan
kesembuhan dengan tetap meyakini bahwa pemberi kesembuhan adalah Allah
Swt. Begitu pula seorang murid membaca buku atau belajar kepada seorang
guru, maka dia menjadikan buku dan guru sebagai perantara untuk meraih
ilmu. Sedangkan ilmu pada hakikatnya dari Allah Swt.
Apabila diyakini dokter pemberi kesembuhan atau buku dan guru pemberi ilmu, maka dihukumi sebagai kesyirikan terhadap Allah.
Allah Swt berfirman dalam Al-Qur’an:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَابْتَغُوا إِلَيْهِ الْوَسِيلَةَ
“ Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepadanya.” (QS Al-Ma’idah: 35).
Perintah dari Allah di atas
untuk mencari wasilah (perantara) mendekat diri kepada-Nya disebutkan
secara mutlak (dalam bentuk ketaatan). Dalam kitab tafsir Asshowy
diterangkan “Termasuk kesesatan dan kerugian yang nyata apabila
mengkafirkan kaum muslimin karena berziarah ke makam para wali Allah,
dengan menuduh bahwa ziarah merupakan penyembahan kepada selain Allah.
Tidak! bahkan termasuk bentuk cinta karena Allah, sebagaimana disebutkan
oleh Rasulullah Saw
اَلاَ لاَ إِيْمانَ لِمَن لاَ مَحبةَ له والوسيلة له التي قال الله فيها وَابْتَغُوا إِلَيْهِ الْوَسِيلَةَ
“Ingatlah ! tidak ada iman bagi
orang yang tidak ada cinta, dan wasillah kepadanya yang dikatakan
Al-Qur’an “dan carilah wasilah menuju Allah”. (As-Showi ala Tafsir jalalain juz 1 hal. 372)
Macam-Macam Tawassul :
a) Tawassul Dengan Amal Solih
Hadits riwayat Imam Bukhori
No. 2111 hal. 40 juz 8 menceritakan tiga orang yang terperangkap di
dalam goa yang tertutup batu besar. Mereka keluar dengan selamat setelah
memohon kepada Allah dengan wasilah amal-amal soleh mereka.
b) Tawassul Dengan Orang Solih Yang Hidup
Disebutkan dalam sohih Bukhori
حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ مُحَمَّدٍ قَالَ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ الْأَنْصَارِيُّ قَالَ حَدَّثَنِي أَبِي عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الْمُثَنَّى عَنْ ثُمَامَةَ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَنَسٍ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ أَنَّ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ كَانَ إِذَا قَحَطُوا اسْتَسْقَى بِالْعَبَّاسِ بْنِ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ فَقَالَ اللَّهُمَّ إِنَّا كُنَّا نَتَوَسَّلُ إِلَيْكَ بِنَبِيِّنَا فَتَسْقِينَا وَإِنَّا نَتَوَسَّلُ إِلَيْكَ بِعَمِّ نَبِيِّنَا فَاسْقِنَا قَالَ فَيُسْقَوْنَ
Diriwayatkan dari Anas bin
Malik sesungguhnya Umar bin Khatthab RA ketika masyarakat tertimpa
paceklik, dia meminta hujan kepada Allah dengan wasilah Abbas bin Abdul
Mutthalib, dia berdo’a “Ya Allah! Dulu kami bertawassul kepada-Mu dengan
perantara Nabi kami, lalu kami diberi hujan. Kini kami bertawassul
kepadamu dengan perantara paman Nabi kami, berikanlah kami hujan”.
Perawi hadits mengatakan “Mereka pun diberi hujan.”. HR Bukhory : 4/99.
Jelas sekali bahwa Sayidina Umar
r.a. memohon kepada Allah dengan wasilah bbas, paman Rasulullah SAW
padahal Sayidina Umar lebih utama dari Abbas dan dapat memohon kepada
Allah tanpa wasilah
c) Tawassul Dengan Orang yang telah meninggal.
Dari Sayyidina Ali kr.
“Sesungguhnya Nabi Saw ketika mengubur Fatimah binti Asad, ibu dari
Sayyidina Ali Ra. Nabi mengatakan “Ya Allah! dengan Hakku dan Hak para
nabi sebelumku ampunilah ibu setelah ibuku (wanita yang mengasuh Nabi
sepeninggal Ibu-Nya)”. {HR. Thabrany dalam kitab Ausat juz 1 hal. 152}.
Pada hadits tersebut Nabi betawassul dengan para nabi yang sudah
meninggal.
d) Tawassul Dengan Yang Belum Wujud.
Allah berfirman :
وَلَمَّا جَاءَهُمْ كِتَابٌ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ مُصَدِّقٌ لِمَا مَعَهُمْ وَكَانُوا مِنْ قَبْلُ يَسْتَفْتِحُونَ عَلَى الَّذِينَ كَفَرُوا فَلَمَّا جَاءَهُمْ مَا عَرَفُوا كَفَرُوا بِهِ
“Dan setelah datang kepada
mereka Al Quran dari Allah yang membenarkan apa yang ada pada mereka,
padahal sebelumnya mereka biasa memohon (kedatangan Nabi) untuk mendapat
kemenangan atas orang-orang kafir, maka setelah datang kepada mereka
apa yang telah mereka ketahui, mereka lalu ingkar kepadanya. Maka la’nat Allah-lah atas orang-orang yang ingkar itu”.(QS Al-Baqarah 89)
Diriwayatkan bahwa kaum Yahudi
memohon pertolongan untuk mengalahkan kaum Aus dan Khazraj dengan
wasilah Nabi Muhammad SAW yang kala itu belum diutus dan mereka diberi
kemenangan oleh Allah, Akan tetapi setelah beliau diutus sebagai Rasul
mereka mengkufurinya. (Tafsir Attobari juz2 hal.333)
Disebutkan pula
عن عمر بن الخطاب رضي الله عنه ، قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : « لما اقترف آدم الخطيئة قال : يا رب أسألك بحق محمد لما غفرت لي ، فقال الله : يا آدم ، وكيف عرفت محمدا ولم أخلقه ؟ قال : يا رب ، لأنك لما خلقتني بيدك ونفخت في من روحك رفعت رأسي فرأيت على قوائم العرش مكتوبا لا إله إلا الله محمد رسول الله فعلمت أنك لم تضف إلى اسمك إلا أحب الخلق إليك
Dalam hadits yang diriwayatkan
Umar bin Khatthab Ra. Rasullulah bersabda “Ketika Nabi Adam melakukan
kesalahan, Beliau berkata, “Wahai Tuhanku! aku meminta kepada-Mu dengan
Hak Muhammad ampuni aku”. Kemudian Allah menjawab “Wahai Adam! bagaimana
kamu mengetahui tentang Muhammad padahal Aku belum menciptakan-Nya?”.
Adam berkata “Wahai Tuhanku! karena ketika Engkau ciptakan aku dengan
kekuasaan-Mu dan Kau tiupkan ruh ke dalam diriku, setelah aku mengangkat
kepalaku, aku melihat pada tiang Arsy tertulis “Lailaha illallah
Muhammad Rasullullah” maka aku pun meyakini, tidaklah Kau sandarkan
sebuah nama pada nama-Mu kecuali mahluk yang paling Engkau cintai”. {HR.
Hakim dalam kitab Mustadrok juz 10 hal. 7. dan dishohihkan oleh
al-Hafidz As-Suyuthy dalam kitab khosois an-Nabawiyyah, Imam baihaqy
dalam kitab Dalailun Nubuwwah, Imam al-Qasthalany dan Zarqany dalam
kitab al-Mawahib al-Ladzunniyah juz 2 hal. 62, dan Imam As-Subky dalam
kitab Syifa’us Siqom}.
Ini adalah bukti bahwa Nabi
Adam pun menjadikan Rasulullah SAW sebagai wasilah sehinga Allah
menerima tobatnya, padahal beliau belum diwujudkan oleh Allah SWT.
e) Tawassul Dengan Benda Mati
Allah berfirman dalam surat Al Baqarah ayat 248 :
وَقَالَ لَهُمْ نَبِيُّهُمْ إِنَّ آَيَةَ مُلْكِهِ أَنْ يَأْتِيَكُمُ التَّابُوتُ فِيهِ سَكِينَةٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَبَقِيَّةٌ مِمَّا تَرَكَ آَلُ مُوسَى وَآَلُ هَارُونَ تَحْمِلُهُ الْمَلَائِكَةُ إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآَيَةً لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ
“Dan Nabi mereka mengatakan
kepada mereka: “Sesungguhnya tanda ia akan menjadi raja, ialah
kembalinya tabut kepadamu, di dalamnya terdapat ketenangan dari Tuhanmu
dan sisa dari peninggalan keluarga Musa dan keluarga Harun; tabut itu
dibawa malaikat. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda
bagimu, jika kamu orang yang beriman”.
Al Hafidz Ibn Kasir dalam
kitab tarikh mengatakan: “Ibn Jarir berkata: “Bani Israil apabila
berperang melawan musuh, mereka membawa tabut, dan mereka mendapatkan
kemenangan berkat tabut, yang berisi bekas peninggalan keluarga Musa dan
Imran””.
Ibn Kasir mengatakan pula
dalam kitab tafsirnya “Tabut itu berisi tongkat Nabi Musa dan Nabi Harun
serta baju Nabi Harun, sebagaian ulama mengatakan tongkat dan dua
sandal”.
Apabila bertawassul dengan
bekas peninggalan para Nabi, Allah SWT ridho dengan perbuaatan mereka
dengan mengembalikan tabut itu ke tangan mereka setelah lama hilang,
karena kemaksiatan mereka dan menjadikan tabut itu tanda keabsahan
kerajaan Tholut, padahal isi tabut adalah benda-benda mati maka apakah
menjadi syirik bila kita bertawassul dengan sebaik-baik Nabi?
Kesalahfahaman Kelompok Penentang Tawassul Dalam Memahami Ayat & Hadits
Sebagian orang mengatakan bahwa
tawassul hukumnya haram dan menyebabkan kesyirikan, karena perbuatan
ini sama dengan perbuatan orang musyrik, berdasarkan firman Allah Swt
وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مِنْ دُونِهِ أَوْلِيَاءَ مَا نَعْبُدُهُمْ إِلَّا لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ زُلْفَى
Artinya “Dan orang-orang
yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): “Kami tidak menyembah
mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan
sedekat- dekatnya “.Az Zumar : 3
Sebenarnya ayat di atas
tidaklah tepat jika ditujukan untuk orang-orang yang beriman kepada
Allah karena ayat itu diturunkan untuk menjelaskan kelicikan orang-orang
musyrik di dalam membela diri mereka terhadap sesembahan mereka yaitu
berhala-berhala yang sebenarnya mereka meyakini bahwa berhala-berhala
itu berkuasa memberi manfat dan mendatangkan bahaya. Sedangkan orang
yang beriman meyakini bahwa semua manfaat dan bahaya semata dari Allah.
Selain itu kalimat ما نعبدهم الا ليقربونا
artinya kami tidak menyembah berhala-berhala itu kecuali untuk
mendekatkan diri kami kepada Allah. Apakah sama yang diyakini orang yang
bertawasul ?, Tidak, mereka menyembah kepada Allah dan tidak menyembah
kepada selain Allah dan mereka tidak menjadikan apa yang mereka
tawassuli untuk mendekatkan diri kepada Allah, mereka meminta kepada
Allah berkat orang-orang yang soleh yang telah diridhoi oleh Allah.
Salah besar jika melarang
tawassul dengan ayat di atas. Yang lebih mengggelikan, ayat yang
ditujukan kepada musyrikin ini, mereka gunakan untuk menyerang
orang-orang beriman yang meng-esakan Allah. Imam Bukhori berkata “Ini
adalah perbuatan orang khawarij. Mereka mengambil ayat untuk orang kafir
kemudian menimpakan ayat tersebut kepada muslimin dengan tanpa dalil
dan disertai fanatik yang keterlaluan “. {lihat kitab Mas’alatul
al-Washilah karya Muhammad Zaky Ibrohim hal. 8}.
:Mereka juga salah di dalam memahami hadits
اذَا سَأَلْتَ فَاسْأَلِ اللَّهَ وَإِذَا اسْتَعَنْتَ فَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ
“Apabila kamu meminta, maka
mintalah kepada Allah. Apabila kamu meminta tolong maka minta tolonglah
kepada Allah” {HR. Turmudzy juz 9 hal. 56}
Dinyatakan hadits di atas dalil untuk mengharamkan bertawasul.
Sebenarnya hadits ini
mengingatkan bahwa semua datangnya dari Allah Swt. Jelasnya, bila kamu
meminta kepada salah satu mahluk, maka tetaplah berkeyakinan semuanya
dari Allah Swt bukan larangan untuk meminta kepada selain Allah
sebagaimana zhohir hadits. Sesuai dengan hadits berikut,
وَاعْلَمْ أَنَّ الْأُمَّةَ لَوْ اجْتَمَعَتْ عَلَى أَنْ يَنْفَعُوكَ بِشَيْءٍ لَمْ يَنْفَعُوكَ إِلَّا بِشَيْءٍ قَدْ كَتَبَهُ اللَّهُ لَكَ وَلَوْ اجْتَمَعُوا عَلَى أَنْ يَضُرُّوكَ بِشَيْءٍ لَمْ يَضُرُّوكَ إِلَّا بِشَيْءٍ قَدْ كَتَبَهُ اللَّهُ عَلَيْكَ
“Ketahuilah seandainya
semua umat berkumpul untuk memberimu manfaat dengan sesuatu, maka mereka
tidak akan bisa memberimu manfaat kecuali sesuatu yang telah ditetapkan
Allah Swt kepadamu. Apabila mereka berkumpul untuk membahayakan kamu
dengan sesuatu, maka mereka tidak akan bisa membahayakanmu kecuali
dengan sesuatu yang telah Allah tentukan atasmu”. {HR. Turmudzy juz 9 hal. 56}
Bandingkan ! hadits Nabi yang berbunyi :
لَا تُصَاحِبْ إِلَّا مُؤْمِنًا وَلَا يَأْكُلْ طَعَامَكَ إِلَّا تَقِيٌّ
“Janganlah bergaul dengan
kecuali orang mu’min dan jangan memakan makananmu kecuali orang yang
bertqwa” {HR. Abi Daud juz 12 hal. 458}
Apakah hadits ini sebagai
larangan bagi kita untuk bergaul dengan orang kafir dan memberi makan
orang yang tidak betaqwa itu haram ?. Tidak ! hadits di atas peringatan
“janganlah disamakan bergaul dengan orang yang kafir dengan bergaul
dengan orang yang beriman, dan lebih perhatikanlah membantu orang yang
bertaqwa dari pada selainnya”. Hadits tersebut hanyalah anjuran, bukan
kewajiban.
Sebenarnya banyak sekali
dalil-dalil tentang diperbolehkannya tawasul bahkan menjadi suatu
anjuran, tapi yang di atas kiranya menjadi cukup sebagai pemikiran
tentang kekurang fahaman mereka terhadap ayat-ayat dan hadits-hadits
serta kefanatikan mereka terhadap pendapat diri sendiri tanpa menghargai
pendapat orang lain yang lebih tinggi ilmu dan kesolehannya. Wallahu A’lam
اللهم اَرِنَا الْحَقَّ
حَقًّا وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ، وَاَرِنَا الْبَاطِلَ بَاطِلاً
وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ، آمـين. والله اعلم